Berkembang
tidaknya sebuah daerah akan lebih terfokus kepada kepiawaian, kebijakan
dan keprigelan sang pemimpin dalam me-manage setiap komponen atau unsur, mulai
dari multi-pendekatan; menata ke dalam (inward system) maupun menata ke
luar (outward system). Meskipun banyak faktor lain yang menjadi penyebab
maju mundurnya sebuah daerah, termasuk pola pandang, adat kebiasaan, dan sikap (attitude)
masyarakatnya.
Masyarakat Tatar Galuh Ciamis adalah sebuah wilayah
kabupaten yang sangat memperhatikan nilai-nilai religiusitas, yakni menjunjung
tinggi nilai-nial keagamaan, para pemimpin di Tatar Galuh mesti memiliki
komitmen keberagamaan yang kuat, bukan hanya ditunjukkan dalam perilaku
lahiriyah (eksoteris), tetapi juga dihayati secara batiniyah (esoteris).
Sehingga komitmen keberagamaan yang kuat ini
juga mesti "terejawantahkan" dalam pelbagai kebijakan
pemerintah dan program-program pembangunan. Maka dari itu semua program
pembangunan sudah selayaknya mempertimbangkan keseimbangan antara
lahiriyah-batiniyah, jasmani-rohani, fisik-mental, dan dunia- akhirat.
Beberapa karakter para bupati yang pernah memimpin
Kabupaten Ciamis dalam pandangan sosio-budaya yang sangat sederhana, mereka
adalah yang seharusnya memiliki karakter ideal yakni: ketakwaan; jiwa dan
semangat ukhuwwah; percaya kepada diri sendiri dan pada kekuatan dan kermampuan
sendiri; memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi; memiliki
wawasan masa depan gemilang; idealisme dan seni kepemimpinan yang tinggi;
berani karena benar takut karena salah; disiplin tinggi; sabar dan tabah dalam
menghadapi ancaman,tantangan, hambatan dan gangguan apapun; kerelaan untuk
berkorban demi kemajuan masyarakatnya.
Nilai-nilai tersebut sudah sepantasnya melekat (inheren)
pada diri setiap seorang pemimpin (rais) "yang memimpin"
Kabupaten Ciamis. Selain itu pula siapapun yang sedang dan akan memimpin
kabupaten yang dikenal dengan nama "Tatar Galuh" ini harus menjunjung
tinggi keadilan. Pada tingkatan apapun kita menjadi pemimpin, keadilan mesti
ditegakkan dan dijunjung tinggi. Setiap pemimpin dituntut untuk dapat mengayomi
dan memperlakukan semua anggota masyarakat. Karena kegagalan banyak pemimpin di
antaranya adalah disebabkan mereka bertindak seakan-akan saat dia memimpin
menjadi pemimpin bagi sebagian orang, sebagian kelompok, sementara sebagian
lainnya diabaikan.
Lebih-lebih kesulitan seorang pemimpin di Kabupaten
Ciamis ini di antaranya harus mampu menyatukan pelbagai tokoh, kelompok,
golongan di tengah masyarakat, yaitu dengan menciptakan suasana yang harmonis,
tenang damai dan menciptakan kebersamaan, serta meminimalisir perbedaan apapun, yang tidak melihat "darimana anda
datang?", tapi ditanya "akan kemana anda pergi?". Sehingga
lahirlah kekuatan bersama yang akan mampu menjadi perekat umat.
Catatan Kilas Balik
Sejak masa kepemimpinan Kol.
(purn) H. Abu Bakar (1967-1972), berasal dari
Sukabumi, ia memiliki karakter kepemimpinan yang cukup fleksibel di tengah
masyarakat Kabupaten Ciamis, dia seorang militer yang hidup pada awal Orba yang
kental dengan nuansa "militerisme", ternyata mampu
menanggalkan "baju keras" nya dengan mengganti pakaian jadi "pemimpin
sipil". H. Abu Bakar sebelum menjadi Bupati Ciamis sebelumnya menjabat
sebagai Dandim 0613 Ciamis, yang cukup menarik pada pemilihan bupati
keduakalinya dia terpilih kembali dengan perolehan jumlah 30 suara buat H. Abu
Bakar, 7 suara untuk Kol. (Purn). Hudly
Bambang Aruman (alm.), tapi dengan "kesaktiannya" anggota DPRD dan atas "petunjuk pejabat yang lebih
tinggi di jawa barat" saat itu, memutuskan yang menjadi bupati
akhirnya Kol. (Purn) Hudly, yang hanya
meraih 7 suara saja.
Sifat dan karakteristik Pak Abu (begitu panggilan akrab
beliau) sama halnya pada saat kepemimpinan Kol. (Purn) H. Dedem Ruhlia
(1995-1999), yang berasal dari "Kota Dodol" Garut, Pak Dedem (biasa
dipanggil) dia adalah Bupati yang cukup arif
dari pendekatan sosio-budaya karena melekat dalam dirinya jiwa seni
mengalir, sedikit banyak membawa kesejukan di tengah masyarakat Tatar Galuh, ia
adalah sosok pemimpin yang sangat cerdas, lulus Sesko di Jerman, menguasai
bahasa Inggris dan Jerman dengan fasih, ia pernah juga berpidato dalam sebuah
kesempatan acara silaturrahim dengan para tokoh se-Kecamatan Cijeungjing, di
Pondok Pesantren Cijantung, Cijeungjing: "Kalau ingin mengusai negeri
Eropa kuasailah Negara Jerman, kalau mau menguasai Jerman kuasailah ibukotanya Bonn,
dan kalau ingin mengusai Ciamis -- entah serius atau tidak -- maka kuasailah
Cijeungjing, karena di Kecamatan Cijeungjing ada "Darussalam dan
Cijantung", (maaf ini bukan rekayasa, karena semua orang yang masih ingat
pak Dedem pernah berpidato seperti itu akan tetap melekat dibenak para mustami'/pendengar),
pernyataan Pak Dedem tersebut saya yakin tidak bermaksud menafi'kan
lembaga-lembaga keislaman yang lainnya yang ada di Kecamatan Cijeungjing, dan
kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Ciamis ini, mungkin pernyataaan itu,
sebagai strategi untuk "menyatukan visi politik" saat itu
saja, kemudian ia menggantikan Kol. (Purn). H. Taufik Hidayat (1990-1995), Pak
Dedem sempat mengatakan pada pidato pelantikan pertamanya: "Saya dengan
Pak Taufik -- bupati yang digantikannya -- adalah sama-sama dari korp kavaleri,
Pak Taufik itu ibarat Tank Baja yang beroda baja, kalau saya Tank Baja yang
beroda karet", sehingga bagi
masyarakat Ciamis dia adalah sosok pemimpin yang disiplin tetapi halus dalam
melaksanakan setiap kebijakannya.
Suasana religi di tengah-tengah masyarakat tatar galuh
ini, digambarkan oleh sosok sang "Rais" (pemimpin) yang menakhodai
roda pemerintahannya, Drs. H. Soejoed (alm) memerintah (1975-1980) adalah sosok
pemimpin yang sangat memperhatikan kebutuhan ruhani para staf, dan kejelian
dalam menata administrasi pemerintahan, dan dalam jajaran kepemerintahannya
beliau dengan mengawali sebuah pengajian "santapan rohani" di
pendopo, yang pada beberapa periode belum sempat dilaksanakan. Hingga sekarang
"santapan rohani" tersebut masih tetap dilaksanakan -- walaupun dari
segi kuantitas, mulai berkurang -- lalu beralih ke H. Momon Gandasasmita, SH.
(1985–1990). Ia adalah sosok pemimpin yang cukup cerdas dan ingin menyampaikan
sebuah kebenaran dengan menerjemahkan ayat-ayat al-Quran dalam setiap refleksi
tugas pemerintahannya walaupun baru sebatas verbalistik. Itu pun mulai
menggairahkan masyarakat dalam tatanan religi yang idealistik.
Karakteristik ketegasan dan kejelian ditanamkan oleh
Bupati Kol. (Purn). H. Hudly Bambang Aruman, (1973-1977) yang berasal dari
"pakidulan" Cijulang, Ciamis, lebih mengedepankan tatanan refresif-kondusif,
maklum beliau memimpin masih pada zaman yang serba "riweuh"
dan "rareuwas" oleh situasi konstalasi politik nasional yang
masih mengedepankan refresif terhadap pola sikap dan tindak tanduk masyarakat
saat itu, kendatipun refresif namun kondisi masyarakat Ciamis saat itu cukup
kondusif, tidak banyak terjadi friksi yang berkelanjutan. Pendekatan refresif
dengan pola mamahami kondisi sosio-kemasyarakatan serta karakter masyarakat
Ciamis, merupakan "resep" keberhasilan pada periode ini.
Waktu terus berjalan, Ciamis terus membangun dan
membangun, dari mulai membenahi konsep dan sistem pelaksanaan kepemerintahan,
silih berganti pemimpin, "sang Rais" sebagai lokomotif penggerak yang
mampu membawa gerbong lainnya searah dengan kebijakannya, merupakan
"malakah" (kemampuan khusus) seseorang. Sehingga dalam diri
setiap pemimpin khususnya para Bupati "anu ngageugeuh tatar galuh"
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, seperti bagaimana pola
kepemimpinan H. Oma Sasmita Sumardi, SH, M.Si. "sang sipil" yang
menggunakan roda pemerintahannya dengan pendekatan rada-rada "seperti
militer", dan terbukti setelah tidak menjabat Bupati Ciamis periode
(1999-2004) dengan kelicinanannya sebagai orang yang "nyantol"
kaluhur, dia menjabat sebagai Direktur di Lembaga Pertahanan Nasional
(LEMHANAS) yang membidangi SDM, selama pemerintahan "pak Oma" suasana
Ciamis awalnya adem ayem, lambat laun terjadilah lahirnya beberapa kebijakan
yang dianggap "kontroversial" menurut sebagian masyarakat Ciamis,
akhirnya terjadi beberapa kali konflik internal, maupun external yang membawa
kepada "hilangnya kepercayaan" dari masyarakat, dan pejabat, tapi
karena dalam dirinya telah tertanam "sifat keras" maka semua hal itu
dianggapnya sebuah angin lalu, yang pada akhirnya suasana menjadi terbelah dan
membelah kekuasaannya sendiri.
Setelah terjadi gonjang ganjing "politik
lokal" yang menurut pandangan penulis saat itu agak kurang kondusif,
muncullah Bupati baru pengganti pak Oma, yaitu Kol. (purn). H. Engkon Komara,
mantan Kaskogar Cimahi Bandung, sebelum "Pak Engkon" menjadi orang
nomor satu Ciamis.
Pro-kontra dalam dunia politik itu menjadi hal yang
lumrah dan wajar, selagi masih dalam batas-batas wajar, tidak saling hina,
saling jatuhkan martabat masing-masing, dan saling cerca bahkan sudah saling
mengancam, ini menjadi kebiasaan sebagian kecil masyarakat kita, sehingga
suasana kondusif menjadi menakutkan, bahkan menegangkan. Tidak tampak lagi
keteduhan, kebersamaan dalam menghadapi konstalasi serta eskalasi politik saat
itu, karena masing-masing "punya calon" dan semua ingin calonnya jadi
"Bupati Ciamis". Dalam hal ini, yang "marema" bukan tukang
dagang di trotoar alun-alun ciamis saja, karena hampir setiap hari para demonstran turun ke jalan mengusung para
"calon"nya masing-masing, namun para "anggota dewan yang
terhormat" pun dengan penuh ceria ikut "marema"-- tentu
maremanya pedagang kaki lima dengan para anggota dewan yang terhormat -- sangat
jauh seperti langit dan bumi dalam hal "bati-na". Kemudian
"perang spanduk diunggal juru" pabaliut dengan iklan rokok dan
reklame lainnya. Ciamis ternyata memang unik, kota kecil tapi membuat sedikit "gerah"
pada eskalasi "politik nasional", hampir beberapa pejabat tinggipun
seperti RI-1 dan RI-2 serta para menteri pulang pergi ke Ciamis berusaha agar
ikut memantau dari dekat "tah kitu kaayaan tatar galuh", teh
harita.
Sekarang masa pun kian hari kian merangkak, beranjak
dari satu titik ke titik yang lain, ibarat kepompong yang lagi mekar, maka
kulit lama sedang siap menggantikan kulit baru yang seharusnya lebih baik dan
lebih indah. Pasangan H. Engkon Komara-H. Dedi Sobandi, adalah pasangan yang
sangat di luar dugaan semua orang, telah menjadi icon keberhasilan kolaborasi
antara para politisi dengan para kyai dalam mereformasi -- yang katanya --
ingin mengubah semua tatanan yang dulu dianggap tidak pantas dan terlalu banyak
penyelewengan di setiap kebijakan, ingin mencari pejabat publik yang "bersih",
sehingga pergantian kepemimpinan oleh pasangan tersebut yang sempat "dibai"at"
oleh beberapa kyai, sangat mengharap kepada pasangan pemimpin ini, bisa
menyatukan umat yang hampir terpecah, meningkatkan kesejukan sosio-budaya
masyarakat tatar galuh yang kian rawan dan rumit ini, dengan segala
"kebingungan", maka masayarakat tatar galuh Ciamis bukannya mendapat
ketenangan dari perubahan kepemimpinan ini, dengan adanya vonis majlis hakim
pengadilan negeri Ciamis selama 30 bulan atau dua tahun enam bulan penjara,
terhadap salah seorang pasangan yang spektakuler ini atas keterlibatannya dalam
kasus korupsi anggaran dewan sebesar 5,2 Miliar.
Sebagai purnakata, apapun tabi'at, sifat
karakter dan perilaku para pemimpin yang pernah berkuasa di kabupaten Ciamis
ini. Mereka semua adalah mantan pemimpin kita bagi yang sudah menjabat, kita
hargai upaya dan usaha dalam membangun masyarakat Ciamis ini baik dari segi
pembangunan fisik maupun mental spiritual. tentu dengan
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا
مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا
تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالأَلْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ
الْفُسُوقُ بَعْدَ الإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُون.
(الحجرات:11)
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang (karena) boleh jadi mereka
(yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan
pula wanita-wanita (menolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita yang
(mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan janganlah
kamu memanggil dengan gelar-gelar buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim" (QS. Al-Hujurat:11)
Termasuk kepada seseorang yang pernah berjasa sekecil
apapun terhadap wilayah tatar galuh ini. Bangsa yang arif lagi bijaksana adalah
bangsa yang mampu menghargai jasa-jasa para pemimpinnya, sekecil apapun jasa
tersebut jangan dinafikan. Sebab hanya bangsa kerdillah yang biasa menghina dan
menghilangkan jasa-jasa para pendahulu (the founding father)-nya.
Walaupun kecenderungan orang susah untuk diarahkan
kecuali atas kesadaran yang lahir dari dirinya sendiri, seorang penyair
Perancis mengutarakan sebagai berikut:
Les impulsions individuelle Kecenderungan perorangan Sont
difficiles a controller tak mudah
dikendalikan
Les impulsion de nations kecenderungan
bangsa-bangsa
Ne sont pas faciles a apprivoiser!!
tak mudah dijinakkan!
"Ya
Rabb, ampunilah dosa para pemimpin kami jangan hancurkan negeri ini karena
kesalahan-kesalahan para pemimpin kami dan masyarakat kami, selamatkanlah
bangsa ini dari perpecahan dan kehancuran moral, bimbinglah kami ya
Allah...!!"