Senin, 13 Februari 2023

Terapi Musik Sufi; Media Pembinaan Spiritualisme

 

Terapi Musik Sufi;

Media Pembinaan Spiritualisme

 

Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia seutuhnya Indonesia yang berkualitas adalah pendidikan bermutu. Pendidikan yang bermutu dalam penyelenggaraanya tidak cukup hanya dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus didukung oleh peningkatan profesionalisme dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik agar mampu menolong diri sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi pencapaian cita-citanya.

Kemampuan seperti itu tidak hanya menyangkut aspek akademis, tetapi juga menyangkut perkembangan keagamaan pribadi, sosial, kematangan intelektual dan sistem nilai peserta didik. Berkenaan dengan pemikiran tersebut, tampak bahwa pendidikan yang bermutu di sebuah lembaga pendidikan adalah pendidikan yang menghantarkan peserta didik pada pencapaian standar akademis yang diharapkan dalam kondisi perkembangan diri yang sehat optimal. (Nurihsan, 2005: 1)

Selain dari tujuan untuk menghantarkan peserta didik memahami nilai dan sikap intelektual-akademis, ada hal yang sangat penting lagi yaitu pemahaman dan kesadaran (awareness) peserta didik terhadap penjiwaan keagamaan sehari-harinya. Akan tetapi karena sebagian besar peserta didik adalah remaja yang memiliki karakteristik, kebutuhan jiwanya yang masih dalam tahap pencarian, serta tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya. Maka untuk memberikan dorongan dan pemahaman sikap keberagamaannya penulis ingin menawarkan suatu pendekatan-praksis dalam memotivasi perubahan sikap melalui penanaman jiwa keagamaan, salah satunya adalah dengan pola pendekatan terapi musik sufi. Hal ini sesuai dengan amanat dan tugas-tugas perkembangan remaja, di antaranya adalah:

a.      Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b.      Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan sosial yang lebih luas.

c.       Mengenal kemampuan, bakat. minat serta arah kecenderungan karier dan apresiasi seni.

d.      Mengenal gambaran dan mengembangakan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, dan sosial keagamaan.

e.      Mengenal sistem etika dan nilai-nilai bagi pedoman hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat dan minat manusia. (Nurihsan, 2005).

Terapi musik sufi, adalah sebuah pendekatan pembelajaran nilai-nilai keagamaan yang terangkum dalam bentuk syair (puisi Arab) dan dilagukan dengan irama musikalitas melankolik-sikronik. Pendekatan ini adalah salah satu dari model pendidikan keagamaan terhadap peserta didik, agar lebih cepat memahami serta mempraktekkan apa yang terkandung dari muatan pesan-pesan keagamaan di dalamnya, sehingga peserta didik merasa tersalurkan dan terarah (gerechtigkeit) dalam hal minat dan bakat, terlebih dalam mengapresiasi jiwa seninya.

Strategi berikutnya dalam melaksanakan program bimbingan dan pembinaan keagamaan. Pendidikan keagamaan merupakan upaya bantuan penanaman mentalitas kepada peserta didik dalam rangka memberikan pemahaman sikap keberagamaan dan perkembangan serta pertumbuhannya. Selain bersifat pencegahan dari sifat-sifat buruk peserta didik. Pendidikan keagamaan dapat pula bersifat penyembuhan. Teknik penyembuhan jiwa yang sedang galau, resah dan depresi, penulis mencoba mempraktekkan musikalitas syair-syair keagamaan dari kitab Islam klasik bernama "Qashidah al-Burdah" karya Imam al-Busyiri, Diwan (kumpulan syair-syair) Imam as-Syafii, dan para Penyair Mesir lainnya,  yang digunakan secara sederhana menggunakan alat petik gitar akustik dan harmonika serta diiringi oleh alat musik modern lainnya keyboard. Arransemens musiknya adalah perpaduan musikalitas arudly dengan musik slow country-syncronic, yaitu harmonisasi antara suara accordion yang bercirikan masa lalu dengan suara sayup harmonika blues-country yang menyentuh.

Pendekatan pendidikan keagamaan dengan pendekatan musikalitas-syair yang berisi pesan-pesan suri-tauladan keagamaan ini, diharapkan menjadi "supplement" kejiwaan bagi peserta didik dalam memahami dan mempraktekkan nilai-nilai religiusitas dan spiritualitas sehari-harinya. Pendekatan pendidikan keagamaan ini akan diselaraskan dengan dimensi spiritual manusia, dimana prosedurnya manusia selalu berusaha melakukan penyelarasan dengan alam semesta dan menjawab pertanyaan tentang keberadaan dirinya untuk berekspresi, serta mengembangkan  kemampuan musikalitas dirinya. Musik sebagai bagian hidup manusia yang mampu memberikan pengaruh baik dan buruk, meningkatkan kehormatan dan kemuliaan manusia dan disisi lain juga menurunkan harkat manusia. Setelah Plato, banyak pemikir yang menempatkan musik sebagai hal penting bagi manusia. Di abad ke-6 M, Boethius dalam karyanya De Institutione Musica, menuliskan, "Music is a part of us, and either ennobles or degrades our behaviour.".

Pengaruh musik ini bergantung dari jenis musik dan konteks yang ada saat orang mendengarkan musik. Lepas dari baik dan buruk pengaruhnya. Boethius jelas memandang musik sebagai hal yang mempengaruhi hidup manusia.

Berdasarkan beberapa penelitian tentang pengaruh musik terhadap para pendengar musik bertolak dari pertanyaan umum, misalnya emosi seperti apa yang dapat timbul saat seseorang mendengarkan musik? Teori kognitif menunjukkan bagaimana musik bisa dirasakan, bagaimana skema kognitif dapat aktif saat mendengar musik dan bagaimana reaksi otak terhadap musik. Adapun musik yang sengaja kami ketengahkan adalah musik sufi; dengan pendekatan terapi yang mampu membangkitkan nurani sebab musik sufi adalah laksana jemari halus yang mengetuk pintu kalbu membangunkan kehangatan dari tidurnya yang lelap. Ciri-ciri dari terapi musik sufi antara lain adalah alunan nada-nada musiknya yang melantunkan senandung lembut yang kerap hadir di lembaran-lembaran imajinasi pemusik maupun pecinta musik. Maka jika nada-nada itu dilantunkan dalam melodi melankoli, maka ia menghadirkan kenangan silam di saat gundah dan putus asa. Namun jika dilantunkan pada saat hati senang, maka musik menghadirkan kenangan silam disaat damai dan bahagia. Kahlil Gibran menggambarkan tentang musik, "adalah alunan nada-nada musik kumpulan suara kesedihan yang membuat segala kesedihan memenuhi tulang rusuk, lalu menghadirkan seribu duka. Tapi ia juga bisa berupa susunan kata-kata ceria yang segera menguasai kalbu kita, lalu menari riang di sela tulang rusuk, menghadirkan seribu bahagia." Lalu Kahlil juga memperkuat pernyataan sebelumnya, "alunan nada musik adalah nafas terakhir akalnya hati dan nafasnya jiwa". (Gibran, 2002: 73).

Kekuatan lain dari ciri musikalitas sufistik ini adalah, dalam setiap satu tarikan nafas khususnya, harus mampu untuk menyanyikan (tarannum) per tiga bait, kemudian di saat lantunan lagu dinyanyikan nafas masih ditahan di bawah pusar (nafas perut), pola nafasnya menarik dari hidung keluar (membuang nafas)  juga dari hidung, maka bila sang penyanyi mampu merefleksikan lagu seperti itu akan melahirkan daya kekuatan spiritual yang tinggi dan efek  positif bagi ketenangan dan kedamaian jiwa seseorang. Carlyle menempatkan musik sebagai medium yang membangkitkan perasaan religius yang menghubungkan manusia dengan Ilahy. Burton memandang musik memiliki daya penyembuh bagi gangguan emosional. (Rachmawati, 2005: xxxii).

Dalam prakteknya terapi musik ini akan dapat dirasakan pengaruhnya, manakala musiknya dapat dimainkan dan didengarkan dengan sepenuh jiwa, dengan  seluruh kekuatan batin. Karena pada hakikatnya musik akan hadir saat dimainkan, tidak hanya terampil dengan membaca nada, not atau imajinasi yang baik sakalipun, musik benar-benar hadir bila ia dimainkan dan dirasakan. Musik terapis jauh lebih efektif daripada musik relaksasi standar, dalam praktiknya musik terapi sufi adalah salah satu musik alternatif keagamaan dalam membina dan mendidik seseorang ke arah jalan yang lebih terarah; berjiwa benar (sidiq) cerdas SQ (fathanah), berani tampil dalam menyampaikan kebenaran (tabligh) dan dapat dipercaya (amanah).

Bunt (1995) seorang psikolog musik mengatakan bahwa dasar umum persinggungan antara psikologi musik dan terapi musik adalah pemahaman atas perkembangan musik. Untuk mengembangkan tujuan-tujuan terapi dan menemukan pelbagai cara penyesuaian diri pada anak misalnya, juga penting untuk mengetahui secara pasti kapasitas anak dalam mengerti dan merasakan musik. Salah satu metode berdasarkan penemuan dan yang banyak digunakan dalam psikologi musik adalah GIM (Guided Imagery and Music) dari Bonny (1996). Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa musik yang paling tepat dapat dipilih untuk tujuan penyembuhan. Sambil mendengarkan musik dalam kondisi rileks seorang klien bisa bercerita membagikan pengalamannya dengan terapis. Musik-musik yang digunakan, dipilih dengan tema khusus yang dikategorikan dapat memberikan "pengaruh positif". Maka terapi musik sufi adalah suatu upaya untuk mencari warna tersendiri dalam pendekatan religi bagi jiwa-jiwa para peserta didik.

Seorang terapis dapat menilai intensitas emosi seperti kegembiraan, kesedihan, kelembutan, marah dan rasa takut pada klien melalui aktivitas berimprovisasi musik sederhana dan pendek. Terapis yang ikut mendengarkan musik juga dapat menerangkan kurang lebih secara tepat emosi yang akan terjadi. Sebagaimana Confucius berkata:

"Musik seseorang yang berfikiran luhur bersifat lembut dan halus, menjaga keseimbangan perasaan,  membangkitkan semangat dan menggerakkan. Orang semacam itu tidak menyimpan rasa sakit atau sedih hatinya; kebrutalan dan tindakan yang gegabah tidak dikenalinya". Ungkapan Confucius di atas menggambarkan betapa musik dapat meluluhkan jiwa yang kasar dan brutal, menghilangkan rasa sakit.

Musik akan mempengaruhi jiwa seseorang yang berfikiran luhur, bersifat lembut dan halus, menjaga keseimbangan perasaan ('athifah), membangkitkan semangat (tasyji') dan menggerakkan (harakah). Orang yang telah merasakan indahnya musikalitas alam semesta ini tidak lagi menyimpan rasa sakit atau kesedihan di hatinya, kebrutalan dan tindakan yang gegabah tidak dikenalinya.

Seorang ahli psikoanalisa terkenal Carl Jung, mengakui kekuatan musik adalah sangat luar biasa atas jiwa manusia. Menurutnya musik haruslah menjadi bagian dari setiap kegiatan analisis, karena musik mampu menjangkau jauh ke dalam dan menyentuh inti setiap pribadi. Akar permasalahan manusia bisa dijangkau oleh musik, sementara metode-metode lain gagal melakukannya. (Kate & Mucci, 2002: 61)

Jika musik merupakan pembangkit emosi yang hebat bagi masing-masing pribadi, itu berarti bahwa emosi yang dibangkitkan oleh musik tersebut tidak hanya bisa mempengaruhi masing-masing pribadi dan masyarakat, melainkan juga jalannya sejarah. Perasaan yang dibangkitkan oleh musik berkelana ke seluruh bumi dan alam semesta.

Musik menenangkan kita,  membangkitkan hidup kita, memberikan perasaan yang baik di dalam diri kita, meluluhkan kita dalam air mata, tanpa kita tahu sebabnya, itulah rahasia gelora musik yang mampu menembus kerasnya dinding kehidupan.

Jujur

  J u j u r   Wajib bagi kamu yang berlaku benar, karena sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke ...