Sejak lahirnya Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI) pada tanggal, 25 November 1945 di Surakarta,
PGRI menjadi organisasi guru pejuang '45
yang bersatu untuk merebut, menegakan dan menyelamatkan kemerdekan. Penghargaan
terhadap guru dikuatkan dengan lahirnya Keppres Nomor 78 tahun 1994, sebagai hari
lahir PGRI yang ditetapkan sebagai hari Guru Nasional. Penghargaan tersebut
ditujukan untuk para guru sebagai pejuang pendidik dan pendidik pejuang. Dengan
berdirinya PGRI sebagai organisasi profesi guru dengan dasar persatuan dan
kesatuan, tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, ras, agama, asal usul,
tempat berkerja dan sebagainya. Semuanya mengacu pada integritas mereka sebagai
pengajar (pendidik).
Guru dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi ganda, ia sebagai
pengajar dan juga sebagai pendidik, maka guru secara otomatis mempunyai
tanggungjawab yang besar dalam mencapai kemajuan pendidikan. Begitu besarnya
peranan guru sebagai pengajar dan pendidik, harus diakui bahwa kemajuan di
bidang pendidikan sebagian besar tergantung kewenangan dan kemampuan staf
pengajar (guru). Fungsi guru dihadapan anak didik sebagai pengajar adalah
membantu dalam peningkatan kecerdasan (intelegensi) anak didik.
Sedangkan guru sebagai fungsi pendidik adalah kemampuan guru untuk mengarahkan
anak didik agar memiliki nilai-nilai idealitas personal; memiliki keimanan,
taqwa, istiqomah, tawadu, moderat, dan berwawasan ke depan.
Di tengah tantangan zaman yang kian positivisme, guru memiliki tugas yang
amat berat. Selain bertugas sebagai pendidik, tetapi juga mesti jadi peramal
masa depan (futurist) dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Peran
guru dalam menghadapi tantangn zaman yang lebih rumit, menantang, spesifik,
sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja.
Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang
sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu
pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah
perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap
pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan
antar mereka.
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di
abad ke-21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat. Tibalah
saatnya menoleh sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai
peran-peran utama yang akan semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan
dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan.
Namun demikian, problematika yang dirasakan dalam dunia pendidikan di
negeri ini kian terasa. Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama
bertahun-tahun. Merebaknya tindak korupsi, penyalahgunaan narkotika, free sex,
tontonan yang kurang memperhatikan nilai-nilai moralitas dianggap sebagai
merosotnya ruh pendidikan (esoteris pendidikan) di negeri ini. Dengan
merosotnya ruh pendidikan, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai
penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai
kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan
kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, sekarang Kurikulum 2013 menjadi harapan baru dalam
dunia pendidikan.
Ke depan guru harus bisa melihat sebuah tantangan menjadi sebuah peluang
untuk membangun kesadaran akan pentingnya inti pendidikan. Menurut Naisbit
(1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad
ke-21 yaitu; (1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari
teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke
ekonomi dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka
panjang, (5) dari sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan
institusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi
partisipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari utara ke
selatan, dan (10) dari pilihan personal
ke pilihan majemuk.
Proses pendidikan di era reformasi, guru harus lebih berperan sebagai pendidik
multikultural. Pendidikan multikultural didasari asumsi, tiap manusia
memiliki identitas, sejarah, lingkungan, keluarga dan pengalaman hidup unik dan
berbeda-beda. Perbedaan adalah identitas terpenting dan paling otentik tiap
manusia daripada kesamaannya. Kegiatan belajar-mengajar bukan ditujukan agar
peserta didik menguasai sebanyak mungkin materi ilmu atau nilai, tetapi
bagaimana tiap peserta didik mengalami sendiri proses berilmu dan hidup di
ruang kelas dan lingkungan sekolah
Karena itu, keunikan diri anak
didik (siswa) perlu ditempatkan sebagai akar pendidikan, pengembangan politik
kebangsaan, dan kesalehan religius. Mengenali diri sendiri adalah akar mengenal
Tuhan, alam semesta, dan orang lain. Prinsip inilah yang dalam tradisi sufi
dikenal dalam doktrin to know your self.
Purnakata dari tulisan sederhana
ini, ada lima istilah bagi tipikal guru: guru sasar, guru layar, guru makelar,
guru bayar, guru resar. Wallahu a'lam bishshawab.
DAFTAR PUSTAKA
Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium
Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara
pembaharuan.com/News/1999
Arifin, I. 2000. Profesionalisme
Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi.
Jakarta, Gramedia
Dahrin, D. 2000. Memperbaiki
Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan.
Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1
Degeng, N.S. 1999. Paradigma
Baru Pendidikan Memasuki Era Desentralisasi dan Demokrasi. Jurnal
Getengkali Edisi 6 Tahun III 1999/2000.
Naisbitt, J. 1995. Megatrend
Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia, (Alih bahasa oleh Danan
Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramedia.
Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan
Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar, Bukan Kurikulum. Suara
Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com
Semiawan, C.R. 1991. Mencari
Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta:
Grasindo.
Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No.
3-4/1996.
Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta:
Depdikbud.
Surya, Muhammad, H. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi
Pendidikan Abad ke-21; Organisasi & Profesi. Suara Guru No.
7/1998.
Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam
Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.
Trilling, B. dan Hood, P. 1999. Learning, Technology, and Education
Reform in the Knowledge Age or "We're Wired, Webbed, and Windowed, Now
What"? Educational Technology may-June 1999. (Alih bahasa Sofyan
Efendi H).