Senin, 25 November 2024

Tantangan Guru Di Masa Depan

 

Sejak lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada tanggal, 25 November 1945 di Surakarta, PGRI menjadi organisasi  guru pejuang '45 yang bersatu untuk merebut, menegakan dan menyelamatkan kemerdekan. Penghargaan terhadap guru dikuatkan dengan lahirnya Keppres Nomor 78 tahun 1994, sebagai hari lahir PGRI yang ditetapkan sebagai hari Guru Nasional. Penghargaan tersebut ditujukan untuk para guru sebagai pejuang pendidik dan pendidik pejuang. Dengan berdirinya PGRI sebagai organisasi profesi guru dengan dasar persatuan dan kesatuan, tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, ras, agama, asal usul, tempat berkerja dan sebagainya. Semuanya mengacu pada integritas mereka sebagai pengajar (pendidik).

Guru dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi ganda, ia sebagai pengajar dan juga sebagai pendidik, maka guru secara otomatis mempunyai tanggungjawab yang besar dalam mencapai kemajuan pendidikan. Begitu besarnya peranan guru sebagai pengajar dan pendidik, harus diakui bahwa kemajuan di bidang pendidikan sebagian besar tergantung kewenangan dan kemampuan staf pengajar (guru). Fungsi guru dihadapan anak didik sebagai pengajar adalah membantu dalam peningkatan kecerdasan (intelegensi) anak didik. Sedangkan guru sebagai fungsi pendidik adalah kemampuan guru untuk mengarahkan anak didik agar memiliki nilai-nilai idealitas personal; memiliki keimanan, taqwa, istiqomah, tawadu, moderat, dan berwawasan ke depan.

Di tengah tantangan zaman yang kian positivisme, guru memiliki tugas yang amat berat. Selain bertugas sebagai pendidik, tetapi juga mesti jadi peramal masa depan (futurist) dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Peran guru dalam menghadapi tantangn zaman yang lebih rumit, menantang, spesifik, sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka.

Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad ke-21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat. Tibalah saatnya menoleh sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai peran-peran utama yang akan semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan.

Namun demikian, problematika yang dirasakan dalam dunia pendidikan di negeri ini kian terasa. Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun. Merebaknya tindak korupsi, penyalahgunaan narkotika, free sex, tontonan yang kurang memperhatikan nilai-nilai moralitas dianggap sebagai merosotnya ruh pendidikan (esoteris pendidikan) di negeri ini. Dengan merosotnya ruh pendidikan, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, sekarang Kurikulum 2013 menjadi harapan baru dalam dunia pendidikan.

Ke depan guru harus bisa melihat sebuah tantangan menjadi sebuah peluang untuk membangun kesadaran akan pentingnya inti pendidikan. Menurut Naisbit (1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad ke-21 yaitu; (1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari utara ke selatan, dan (10) dari  pilihan personal ke pilihan majemuk.

Proses pendidikan di era reformasi, guru harus lebih berperan sebagai pendidik multikultural. Pendidikan multikultural didasari asumsi, tiap manusia memiliki identitas, sejarah, lingkungan, keluarga dan pengalaman hidup unik dan berbeda-beda. Perbedaan adalah identitas terpenting dan paling otentik tiap manusia daripada kesamaannya. Kegiatan belajar-mengajar bukan ditujukan agar peserta didik menguasai sebanyak mungkin materi ilmu atau nilai, tetapi bagaimana tiap peserta didik mengalami sendiri proses berilmu dan hidup di ruang kelas dan lingkungan sekolah

Karena itu, keunikan diri anak didik (siswa) perlu ditempatkan sebagai akar pendidikan, pengembangan politik kebangsaan, dan kesalehan religius. Mengenali diri sendiri adalah akar mengenal Tuhan, alam semesta, dan orang lain. Prinsip inilah yang dalam tradisi sufi dikenal dalam doktrin to know your self.

Purnakata dari tulisan sederhana ini, ada lima istilah bagi tipikal guru: guru sasar, guru layar, guru makelar, guru bayar, guru resar. Wallahu a'lam bishshawab.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1999


Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Jakarta, Gramedia


Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1


Degeng, N.S. 1999. Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Desentralisasi dan Demokrasi. Jurnal Getengkali Edisi 6 Tahun III 1999/2000.


Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia, (Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramedia.


Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com


Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo.


Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996.

Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.

Surya, Muhammad, H. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21; Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998.

Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.

Trilling, B. dan Hood, P. 1999. Learning, Technology, and Education Reform in the Knowledge Age or "We're Wired, Webbed, and Windowed, Now What"? Educational Technology may-June 1999. (Alih bahasa Sofyan Efendi H).

 

 

Tantangan Guru Di Masa Depan

  Sejak lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada tanggal, 25 November 1945 di Surakarta, PGRI menjadi organisasi   guru pejuan...