AJARAN ISLAM SEBAGAI TATA NILAI;
Membumikan Islam Rahmatan lil Alamin
A.
Pengertian Islam
Islam adalah agama samawi (langit) yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai agama terakhir dan sekaligus
sebagai penyempurna agama-agama langit sebelumnya. Banyak literatur yang memberikan pengertian
tentang Istilah Islam. Dari literatur yang ada pada prinsipnya memberikan
pengertian yang sama.
Razak
(1989, hlm. 56-57) menyatakan secara etimologis bahwa kata “Islam”
berasal dari bahasa Arab: salima yang
artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama
yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Dari kata aslama itulah
terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang
yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah swt. dan siap patuh
pada ajaran-Nya.
Pernyataan Razak ini selaras dengan
Firman Allah swt, yang artinya;
“Bahkan, barang siapa aslama
(menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya
pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
pula bersedih hati” (Q.S. Al-baqarah;112).
Umar bin Khatab dalam Munir (1996, hlm. 123) menyebutkan
bahwa
Islam adalah agama yang diturunkan Allah swt. kepada Muhammad saw. Agama ini
meliputi ajaran; Akidah, Syariat, dan Akhlak. Dari pengertian ini bahwa Islam
itu adalah sebuah agama yang sumbernya ajarannya memiliki kandungan Akidah,
Syariat dan Akhlak yang harus dijalankan oleh setiap pemeluknya.
Di lihat secara terminologi, Islam
adalah agama wahyu yang datang dari Allah swt. yang berisikan ajaran tauhid
(akidah). Agama ini disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai nabi terakhir
dan menjadi penutup semua nabi. Malaikat Jibril sebagai pengantar wahyu dari
Allah kepada Nabi Muhammad saw. berupa ajaran, yang lebih dikenal dengan
sebutan Al-Qur’an. Ajaran pertama yang disampaikan adalah berupa ajaran tauhid yang
mengharuskan setiap pemeluknya untuk meyakini akan keesaan Tuhan. Selain itu
juga ajaran Islam ini menyangkut seluruh aspek-aspek kehidupan manusia baik
urusan dunia maupun urusan akherat kelak (syariat dan akhlak).
Banyak ahli dan ulama yang memberikan
definisi atau pengertian Islam secara terminologi. Anshari (1978, hlm. 46) mengemukakan;
Agama Islam adalah wahyu yang
diurunkan oleh Allah swt. kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap
umat manusia sepanjang masa dan setiap persada.
Sementara itu, Darajat (1986, hlm.
32) menyebutkan bahwa Islam adalah suatu sistem keyakinan dan dan aturan kehidupan
yang mengatur hubungan antara manusia dan manusia, manusia dengan alam dan
manusia dengan Tuhannya.
Pengertian keduanya sama-sama
memberikan makna dan hakikat yang sama, bahwa agama Islam itu adalah ajaran
yang diberikan Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. untuk kemasalahatan dan
kebaikan pagi pemeluknya. Islam lahir di Mekkah bukan hanya untuk kepentingan
masyarakat Mekkah waktu itu, tetapi lebih jauh lagi menjadi rahmat di dunia
ini.
Quthb dalam Muhammad (2004, hlm.
131) menyatakan Islam adalah deklarasi dalam bentuk ucapan dan tindakan guna
merealisasikan uluhiyyah dan rububiyyah Allah di muka bumi, dan
memberantas penyembahan dan penuhanan terhadap sesama mahluk-Nya.
Dengan
demikian istilah Islam ini adalah pengikatan diri manusia kepada pencipta-Nya
untuk berserah diri dengan mengikuti ajaran al-Qur’an dan Rasulullah saw. Dua
ajaran ini menjadi mutlak untuk menuju kepada kedamaian dalam hidup di dunia
dan akherat sebagaimana yang diartikan Islam adalah sebuah agama yang
memberikan kedamaian kepada umatnya.
B.
Islam Sebagai Agama
Agama Islam adalah agama yang dibawa
oleh Nabi Muhammad saw..
Allah swt. telah menutup semua ajaran-Nya dengan agama Islam. Allah swt. telah
menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama Islam ini pula Allah
swt. menyempurnakan nikmat atas mereka. Agama yang diridhai oleh Allah swt. hanyalah
agama Islam. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun yang diterima selain
Islam. Allah swt. berfirman, yang artinya;
“Muhammad itu bukanlah seorang ayah
dari salah seorang lelaki di antara kalian, akan tetapi dia adalah utusan Allah
dan penutup para Nabi.” (QS. Al Ahzab: 40)
Islam inti ajarannya adalah
mengatur tata kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Inti ajaran Islam
meliputi Akidah, Syariat dan Akhlak menjadi tata aturan untuk para pengikutnya.
Oleh karenanya ajaran Islam mengatur agar ia bisa hidup damai di dunia dan
sesudahnya. Ajaran Islam sangat kompleks di dalamnya. Tidak ada agama yang
mengajarkan sekompleks agama Islam, mulai dari ajaran yang kecil sampai ajaran
yang sifatnya besar.
Ajaran
Islam menyakini bahwa Allah swt. sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat
dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.
Seorang Muslim atau pemeluk agama
Islam diperintahkan untuk secara total menyerahkan seluruh jiwa dan raganya
beserta seluruh harta yang dimiliki hanya kepada Allah swt. sebagaimana Firman
Allah swt, yang artinya;
"Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208).
Oleh karena itu, ajaran Islam
menghendaki setiap orang yang masuk Islam
secara keseluruhan berarti menyerahkan diri secara total kepada Allah swt.
Bentuk penyerahan diri ini adalah dengan
melaksanakan segala yang diperintahkan dan dalam menjauhi segala yang
dilarang-Nya.
Menurut
Muhammad (2008, hlm. 4.) mendefinisikan bahwa
Islam adalah agama yang diturunkan Allah swt. kepada manusia melalui
rasul-rasul-Nya, berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan segitiga antara
manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan
manusia dengan alam semesta
Islam adalah sebuah
agama yang memberikan kedamaian dan kepatuhan terhadap para pengikutnya. Di tengah-tengah perkembangan globalisasi dunia,
Islam berperan sebagai penunjuk jalan yang lurus di tengah sebuah persimpangan
tantangan kehidupan. Kiprah Islam di era globalisasi sangat diperlukan.
Toleransi ajaran Islam memiliki fleksibelitas dalam menanggapi suatu zaman
global. Sikap fundamentalisme adalah penegakkan aktifitas agama secara mendasar.
Islam tidak tinggal diam dalam menyikapi setiap perkembangan zaman. Islam yang
toleran mendatangkan kebaikan dan kedamaian untuk semua.
Islam sebagai agama
merupakan sebuah keteraturan hidup yang mengajak penganutnya menyebarkan misi
perdamaian, penyerahan diri kepada Tuhan, agar hidup teratur, saling menghargai
dan menciptakan kerukunan kepada manusia, serta adanya keseimbangan dalam
menjalankan hidup.
Agama Islam telah
merangkum semua bentuk ajaran yang telah diajarkan oleh agama-agama sebelumnya.
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhamamd saw. dipandang sebagai agama yang lebih
istimewa dibandingkan agama-agama terdahulu karena Islam adalah ajaran yang
bisa diterapkan di sepanjang masa, di setiap tempat dan di setiap kelompok
masyarakat. Allah swt. berfirman;
“Dan Kami telah menurunkan kepadamu
Al Kitab dengan benar sebagai pembenar kitab-kitab yang terdahulu serta batu
ujian atasnya.” (QS. Al Maa’idah: 48)
Pernyataan ayat di atas,
menyatakan bahwa Islam bisa diterapkan
di setiap masa, tempat dan masyarakat. Ajaran Islam mengharuskan setiap umatnya
untuk berpegang teguh terhadap ajarannya. Ajaran Islam tidak akan pernah bertentangan
dengan kebaikan umat di masa kapan pun dan di tempat manapun. Bahkan dengan
Islamlah keadaan umat itu akan menjadi baik. Syari’at Islam cocok bagi setiap
masa, tempat dan masyarakat adalah Islam tunduk kepada kemauan setiap masa,
tempat dan masyarakat, sebagaimana yang diinginkan oleh sebagian orang.
Muhammad (2004, hlm. 131)
menyebutkan bahwa Islam bertujuan merealisasikan syari’at Allah swt. di muka
bumi, dan untuk terealisasikannya syari’at tersebut dibutuhkan suatu negara.
Makanya negara yang memiliki uamt Islam akan bisa merealisikan ajaran agama
Islam tersebut.
Agama Islam menjadi sumber syari’at
untuk dijalankan oleh setiap pemeluknya. Masyarakat yang Islami adalah
masyarakat yang menerapkan Islam dalam akidah, ibadah, syari’at dan akhlak dan setiap
tingkah laku kehidupan sehari hari-harinya. Islam menghendaki setiap pemeluknya
untuk selalu berpegang teguh terhadap ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan
ajaran dari Rasulullah saw. Firman Allah swt.;
“Dia lah Zat yang telah mengutus Rasul-Nya
dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan di atas seluruh
agama-agama yang ada, meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” (QS.
Ash Shaff: 9)
Agama Islam adalah ajaran yang
mencakup akidah/ketauhidan dan syariat/hukum. Islam adalah agama yang ajarannya
sempurna, baik ditinjau dari sisi aqidah maupun syariat-syariat yang
diajarkannya.
C. Islam Sebagai Sistem Nilai
Islam
sebagai dipandang sebagai suatu sistem hidup yang bersifat integratif dan
komrehensif (menyeluruh). Ajaran Islam terintegrasi antara tata kehidupan di
dunia dan balasan-balasan di akhirat
kelak. Kompleksifitas ajaran Islam yang menyatukan antara dunia dan akhirat
mencerminkan satu sistem yang sempurna dalam ajaran Islam. Islam sebagai sebuah
sistem yang mengatur konsep hidup manusia di dunia dan akhirat yang
bersumberkan pada Al-qur’an dan Hadits.
Al-Banna
(1997, hlm.116) menggambarkan bahwa Islam meliputi semua aspek kehidupan, di mana
Islam mengatur negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, moral dan kekuatan,
kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan
hukum, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah,
pasukan dan pemikiran, serta mengatur dalam bidang akidah yang murni dan ibadah
yang benar.
Aturan-aturan
yang diterapkan dalam ajaran Islam ini mengadung nilai yang memberikan manfaat
terhadap kehidupan manusia. Nila-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam
didasarkan kepada ajaran al-Qur’an dan al-Hadits. Kedua ajaran ini memberikan
dasar kepada masyarakat untuk menjadikan keduanya sebagai landasan perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari.
Sistem nilai dijadikan sebagai
kerangka acuan dalam berprilaku lahiriah dan rohaniah manusia muslim. Nilai dan
moralitas yang diajarkan oleh agama Islam didasarkan dari wahyu Allah swt., yang
mengandung nilai-nilai normativ tentang baik dan buruk, benar, salah, haq,
batal, diridhai dan dibenci oleh Allah swt.
Pola-pola perilaku
manusia beriman tidaklah menyimpang dari ajaran Islam itu sendiri. Tingkah laku
manusia diatur dari suatu sistem nilai agama untuk memelihara pola perilaku di
masyarakat yang sesuai dengan tuntutan nilai yang islami.
Tak
dipungkiri di tengah arus globalisasi yang tak memiliki batas, menjadi sebuah tantangan yang berat rasakan
oleh umat Islam. Tata nilai yang mulai bergeser dari jalurnya mengakibatkan
bergeser pula terhadap penerapan syari’ah. Tantangan globalisasi berdampak pula
terhadap kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat utamanya masalah ekonomi,
dihadapkan dengan tak terbatasnya kebutuhan manusia dalam rangka mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
Ajaran
Islam mengatur perihal bermualamah. Hubungan manusia dengan manusia dalam
rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya sudah diatur dalam syari’at Islam. Al-Ghazali, (1990, hlm. 176) menyebutkan
bahwa tujuan dari Syariah adalah meningkatkan kesejahteraan (welfare) seluruh manusia, melalui
perlindungan agama (dien), diri
manusia (nafs), akal (aql), keturunan (nasl) dan harta (maal).
Pandangan
al-Ghazali terhadap menerapkan sistem syari’ah dalam masalah ekonomi ini bertujuan
untuk mengatur kehidupan manusia dengan inti dari idiologi Islam secara utuh.
Oleh karenanya manusia tidak hanya bertugas menyelesaikan kebutuhan
jasmaniyahnya semata, tetapi juga memberikan kebutuhan terhadap ruhaniyahnya
secara islami. Di sini al-Ghazali merasa bahwa ilmu ekonomi tidak dapat
dipisahkan dengan nilai-nilai spiritual idiologi Islam.
Selain
masalah ekonomi tadi, juga sistem nilai yang terkandung dalam ajaran Islam menyentuh
seluruh aspek kehidupan mulai dari tatakrama, sopan santun dan lainnya. Sauri,
S. (2011, hlm. 7) menyatakan “adapun tatakrama dan sopan santun merupakan
akhlaq dan karakter yang lebih teknis-praktis, seperti; tatakrama bertamu,
sopan santun di jalan raya, tatakrama pergaulan muda-mudi atau laki-laki dan
perempuan yang bukan muhrim, dan lain-lain”.
Ini
menunjukan bahwa tata nilai ajaran Islam dilalui dengan tahapan-tahapan
pembiasaan yang baik, sehingga sesuai dengan yang diharapkan menjadi manusia
yang berkepribadian sehat.
Tentang
kepemilikian kepribadian sehat, Islam sangat menekankan terhadap umatnya. Umat
yang sehat secara batiniyah akan melahirkan pribadi yang taat terhadap ajaran
agama, bergaul dengan masyarakat secara baik, saling menghormati perbedaan dan
tidak memaksakan pandangan beragama.
Mengenai
hal ini Hurlock (1976, hlm. 423) memberikan penjelasan bahwa orang dengan kepribadian yang sehat
adalah mereka yang dipandang mampu beradapatsi dengan baik. Mereka dipandang
seperti itu karena kemampuannya untuk berfungsi secara efisien dalam dunia
pergaulannya dengan masyarakat. Mereka memiliki sejenis pengalaman yang dapat
disebut sebagai keserasian internal atau inner harmoni dalam konteks bahwa
mereka ada dalam keadaan damai bersama orang lain serta dengan diri mereka
sendiri.
Kepribadian
sehat adalah sebuah hasil yang didapat dari sebuah nilai keberagamaan. Nilai
kebergamaan tidak hanya didukung oleh sehat secara fisik dan keseimbangan
mental semata. Unsur agama memiliki peran penting dalam pembentukan perilaku
masyarakat yang islami, karena dalam agama tertera tata nilai yang dilandasi
oleh wahyu. Wahyu sebagai sumber ajaran, menjadikan penganutnya akan meyakini
sebagai sumber hukum yang harus ditaati. Untuk itu Zakiah Darajat (1970, hlm. 76) merumuskan bahwa
kesehatan mental ialah “Terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara
fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan
dirinya sendiri dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta
bertujuan untuk mencapai hidup bermakna di dunia dan akherat”.
Tata
nilai dalam ajaran Islam diidentikan dengan pola-pola perilaku umatnya yang
sesuai dengan norma-norma dan nilai yang berlaku. Landasan nilai keagamaan
menjadi sangat penting dalam membangun umat yang beriman dan bertaqwa. Ajaran
Islam banyak mengajarkan bahwa peningkatan ketaqwaan kepada Allah swt. akan
melahirkan pribadi yang tenang damai dan dekat dengan Allah swt.
Sukanto
(1985, hlm. 105) menjelaskan beberap faktor yang mempengaruhi pribadi seseorang
dalam menjalanan kehidupan beragama, antara lain:
a. Qalb,
adalah hati yang menurut istilah kata artinya sesuatu yang membolak-balikkan.
Secara nafsiologis diartikan sebagai radar kehidupan. Dilihat dari sudut
pandang teori Freud, bahwa id sama dengan karakter hati yang tidak
dilengkai dengan keimanan, yaitu qalb
yang menuruti segala keinginan, kepuasan, kesenangan yang tidak terarah. Hati
yang menentukan kepribadian individu, hati yang sehat akan mempengaruhi kepada
kepribadian yang sehat, begitu juga sebaliknya.
b. Fuad,
adalah perasaan terdalam dari hati yang sering disebut dengan nurani (cahaya
mata hati). Fuad ini dipengaruhi oleh
faktor hati. Kalau hati kufur, maka fuad pun ikut pula kufur. Kalau hati tenang
dan sehat, maka fuad pun akan merasa tentram dan damai.
c. Tingkah
laku.
Nafsiologi kepribadian berangkat dari kerangka acuan dan asumsi-asumsi
subjektif tentang tingklah laku manusia, karena menyadari bahwa tidak seorang
pun bisa bersikap objektif dalam mempelajari manusia. Artinya apa yang
dipikirkan dan dirasakan oleh manusia itu akan menentukan apa yang akan
dikerjakan.
Islam memandang bahwa pribadi yang taqwa
adalah pribadi yang memiliki nurani dan akal yang berfungsi dengan baik dan
seimbang, sehingga ia dapat mengendalikan nafsu dan segala yang dapat
menjerumuskan terhadap kerusakan di dunia dan akherat. Pribadi yang taqwa akan
melahirkan sifat dan perilaku yang mulia atau akhlak mulia.
Di
tengah terpaan arus globalisasi, kencenderungan manusia akan kehilangan arah
dan tujuan hidup. Aspek dunia selalu dijadikan sebagai dasar tuntutan hidup.
Padahal ada yang paling penting dalam menentukan pribadi yang taqwa adalah
bagaimana aspek-aspek kehidupan tidak jauh dari nilai-nilai agama.
Jalaludin
(1997, hlm. 172) menjelaskan ‘tradisi keagamaan pada dasarnya merupakan pranata/nilai
keagamaan yang sudah dianggap baku oleh masyarakat pendukungnya. Dengan demikian
tradisi keagamaan sudah merupakan kerangka acuan nilai dalam kehidupan dan
perilaku masyarakat’.
Al-Qur’an
dan Sunnah merupakan sumber utama hukum Islam. Dalam pola pembentuk kepribadian
yang bertaqwa, Islam telah mengajarkan bagaimana keharusan manusia untuk
bersikap dan bertingkahlaku.
Untuk
mencapai ketenangan hati, manusia selalu berusaha untuk mendekatkan diri dengan
Tuhan. Akan tetapi cara yang dilakukan berbeda-beda sesuai dengan
kepercayaannya masing-masing. Mendekatkan diri kepada Tuhan adalah jalan untuk
menuju kepada pembentukan ketaqwaan.
Mengenai
kecenderungan manusia untuk berbuat dan bersikap di dalam diri manusia terdapat
dorongan pokok yang melatarbelakanginya. Menurut Suryabrata (1982, hlm. 186)
menjelaskan bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan pokok, antara lain: Pertama,
dorongan kemasyarakatan mendorong manusia bertindak mengabdi kepada masyarakat.
Kedua, dorongan keakuan, mendorong manusia bertindak yang mengabdi
kepada aku sendiri.
Dari
uraian ini dapat diartikan sebagai dasar ketaqwaan yaitu orang yang dalam
rohani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman, dan tentram. Islam
memandang bahwa pribadi yang taqwa dapat melahirkan sifat dan prilaku yang mulia atau al-akhlaq
al-karimah seperti sabar, pemaaf, lapang hati, dan selalu bertawakal kepada
Allah. Sifat-sifat ini dicapai dalam rangka menciptakan pribadi manusia yang
berbudi luhur yang didasari oleh nilai-nilai agama sebagai petunjuk arah
terhadap orang-orang yang mengharapkan keridhoan-Nya.
D.
Universalitas
Islam
Islam
adalah agama universal untuk seluruh umat di
muka bumi ini. Islam membuka hubungan yang harmonis agar umatnya hidup dalam suasana persaudaraan
dan toleransi tanpa memandang perbedaan ras, suku, bangsa dan agama. Islam
memandang bahwa manusia pada awalnya berasal dari asal yang sama. Firman Allah
swt;
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang sama” (QS an-Nisa; 1)
Islam
mengharuskan para pengikutnya untuk bersikap tolerasi dengan pengikut agama
lain. Arti toleransi itu membiarkan umat lain melaksanakan ritual kegamaannya
tanpa harus ikut serta di dalamnya. Manusia dalam pandangan Islam menjadikan pribadinya
sebagai khalifah yang mempunyai tanggung jawab membangun bumi ini. Islam adalah
agama yang memberi keberkahan kepada pemeluknya dan non muslim sekalipun.
Sejak
lahir ratusan tahun yang lalu, al-Qur’an telah menegaskan bahwa Islam adalah
ajaran universal. Ajaran Islam melampaui batas-batas suku, etnis, bangsa, dan
bahasa. Qardhawi dalam Lukman (200, hlm. 76) menegaskan bahwa risalah Islam
meliputi seluruh dimensi waktu, tempat dan kemanusiaan, yang secara realitas
mencakup tiga karakteristik yaitu; keabadian, internasionalitas dan
aktualisasi. Keuniversalitasan ajaran Islam itu dilengakapi dengan ajaran yang konfrehensif
dan lengkap, yang meliputi ajaran agama, Negara Hukum, Ideologi, Prinsip,
Aplikasi, Teori dan Praktek serta selalu relevan untuk semua tempat dan zaman.
Universalitas
ajaran Islam menyentuh sendi-sendi kehidupan manusia. Selain masalah Akidah,
Akhlak dan Ibadah, Islam pun menyentuh masalah politik dan ekonomi. Islam
memiliki konsep bermuamalah yang teratur dan sistematis. Firman Allah swt dalam
dalam Al-Qur’an;
“Dan Kami (Allah) tidaklah
mengutusmu (Muhammad), kecuali kepada manusia seluruhnya, sebagai pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya.” (QS. As-saba; 28).
Islam
sebagai ajaran yang haq dan sempurna hadir di bumi diperuntukkan untuk mengatur
pola hidup manusia agar sesuai fitrah kemanusiaannya, yakni sebagai khalifah di
muka bumi dengan kewajiban mangabdikan diri semata-mata ke hadirat-Nya. Ajaran Islam
tidak hanya sekedar bebricara masalah ritual semata, tetapi merupakan suatu
tata nilai yang mempunyai komunitas dengan kesadaran kolektif yang memuat
pemahaman/kesadaran, struktur dan pola aksi bersama demi tujuan-tujuan politik.
Islam
sebagai ajaran universal sangatlah menjunjung tinggi nilai kemasyarakatan, di mana
Islam memiliki ajaran yang cocok untuk seluruh kalangan masyarakat dimanapun ia
tinggal (tempat) dan sampai kapanpun (zaman).
Islam tidak hanya diperuntukkan masyarakat Mekkah semata, tetapi ia diturunkan
ke dunia untuk seluruh umat manusia di dunia ini. Nabi Muhammad
saw. menyampaikan agama yang dibawanya tidak hanya kepada kaum Quraisy. Namun,
juga kepada suku-suku Arab lainnya dan seluruh wilayah zazirah Arab lainnya. Sabagai
agama universal, Islam mengandung ajaran-ajaran dasar yang berlaku untuk semua
tempat dan zaman. Ajaran-ajaran dasar yang bersifat universal.
Di Indonesia,
toleransi bermazhab kurang dijumpai hingga sering terjadi pertentangan antara
masing-masing penganut mazhab. Sementara di Mesir pertentangan mazhab-mazhab
tersebut tidaklah kelihatan. Umat Islam di Indonesia menekankah ibadah sehingga
keislaman seseorang dinilai dari pelaksanaan ibadahnya. Sementara di Mesir yang
ditekankan adalah iman, sehingga keislaman seeorang diukur dari keimanan
melalui ucapan syahadat.
Nasution, (1996, hlm. 32) menjelaskan bahwa pengertian Islam adalah agama yang sesuai dengan semua tempat dan segala
zaman diartikan bahwa ajaran dasar Islam bersifat universal,
tetapi penafsiran dan cara pelaksanaannya bercorak lokal.
Perbedaan pandangan
dalam persoalan keagamaan seyogianya dilakukan secara arif dan bijaksana. Kunci
dialog untuk mencari jalan titik tengah dianggap lebih bijak dibandingkan
dengan harus mempermasalahkan perbedaan-perbedaan yang ada. Tuntutan yang
dicari adalah bagaimana membumikan ajaran Islam secara menyeluruh. Di samping
itu juga, universalitas ajaran Islam terdapat dalam berbagai sejarah
perkembangan Islam. Kisah Nabi Muhammad saw. telah mengirimkan surat dakwahnya
kepada penguasa-penguasa dunia; Kaisar Romawi, raja-raja di Mesir, dan para
pemimpin suku-suku Arab. Beliau juga mengutus utusan khusus kepada setiap
penguasa itu untuk mengajak mereka kepada Islam. Tindakan Rasulullah saw.
dengan cara dakwah seperti ini merupakan bukti bahwa Islam adalah agama
universal. Keterpaduan antara iman dan kebenaran Islam dan keharusan beramal sesuai
dengan syariatnya, dengan tidak ada pengecualian bagi siapa pun untuk konsisten
pada agama Allah swt. ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Banna, Hasan, (1997) Risalah Pergerakan,
Intermedia: -----
Al Ghazali, (1990) Ihya Ulumuddin: Jilid 2, Asy Syifa:
Jakarta
Al-Qur’an dan Terjemahannya,
Departemen Agama RI.
Darajat, Z. (1970). Peranan Agama dalam Kesehatan
Mental. Gunung Agung: Jakarta
Hurlock,
B. E (1976) Personality Development.: Tata Mc Graw Hill: New Delhi
Jalaludin.
(1997). Psikologi Agama. Rajagrafindo: Jakarta
Lukman,
A., (2000) Perjalanan Islam dari Masa ke
Masa, Insan Cemerlang: Madiun.
Muhammad,
S., (2004) Khazanah Islam di Dunia,
Pena Illahi: Malang.
Munir,
(1997) Islam dan Perkembangannya,
Pustaka Ilmu: Surabaya
Anshari, E., S , (1978) Kuliah Al-Islam, Pustaka:
Bandung
Nasution, H., (1996) Islam
Rasional, Mizan: Bandung
Razak, N., (1989) Dienul Islam, Al-Ma’arif:
Bandung
Sauri,
S.. (2011). Filsafat dan Teosofat Akhlak;
Kajian Filosofis dan Teosifis. Rizki
Press: Bandung
Sukanto
MN. (1985). Nafsiologi Suatu Pendekatan Alternatif Atas Psikologi,
Intigrita Press: Jakarta