Selasa, 08 Maret 2022

 

AJARAN ISLAM SEBAGAI TATA NILAI;

Membumikan Islam Rahmatan lil Alamin

 

 A.      Pengertian Islam

Islam adalah agama samawi (langit) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai agama terakhir dan sekaligus sebagai penyempurna agama-agama langit sebelumnya.  Banyak literatur yang memberikan pengertian tentang Istilah Islam. Dari literatur yang ada pada prinsipnya memberikan pengertian yang sama.

Razak (1989, hlm. 56-57) menyatakan secara etimologis bahwa kata “Islam” berasal dari bahasa Arab: salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah swt. dan siap patuh pada ajaran-Nya.

Pernyataan Razak ini selaras dengan Firman Allah swt, yang artinya;

“Bahkan, barang siapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati” (Q.S. Al-baqarah;112).

Umar bin Khatab dalam Munir (1996, hlm. 123) menyebutkan bahwa
Islam adalah agama yang diturunkan Allah swt. kepada Muhammad saw. Agama ini meliputi ajaran; Akidah, Syariat, dan Akhlak. Dari pengertian ini bahwa Islam itu adalah sebuah agama yang sumbernya ajarannya memiliki kandungan Akidah, Syariat dan Akhlak yang harus dijalankan oleh setiap pemeluknya.

Di lihat secara terminologi, Islam adalah agama wahyu yang datang dari Allah swt. yang berisikan ajaran tauhid (akidah). Agama ini disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai nabi terakhir dan menjadi penutup semua nabi. Malaikat Jibril sebagai pengantar wahyu dari Allah kepada Nabi Muhammad saw. berupa ajaran, yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Qur’an. Ajaran pertama yang disampaikan adalah berupa ajaran tauhid yang mengharuskan setiap pemeluknya untuk meyakini akan keesaan Tuhan. Selain itu juga ajaran Islam ini menyangkut seluruh aspek-aspek kehidupan manusia baik urusan dunia maupun urusan akherat kelak (syariat dan akhlak).

Banyak ahli dan ulama yang memberikan definisi atau pengertian Islam secara terminologi. Anshari (1978, hlm. 46) mengemukakan; 

Agama Islam adalah wahyu yang diurunkan oleh Allah swt. kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia sepanjang masa dan setiap persada.

Sementara itu, Darajat (1986, hlm. 32) menyebutkan bahwa Islam adalah suatu sistem keyakinan dan dan aturan kehidupan yang mengatur hubungan antara manusia dan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhannya.

Pengertian keduanya sama-sama memberikan makna dan hakikat yang sama, bahwa agama Islam itu adalah ajaran yang diberikan Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. untuk kemasalahatan dan kebaikan pagi pemeluknya. Islam lahir di Mekkah bukan hanya untuk kepentingan masyarakat Mekkah waktu itu, tetapi lebih jauh lagi menjadi rahmat di dunia ini.

Quthb dalam Muhammad (2004, hlm. 131) menyatakan Islam adalah deklarasi dalam bentuk ucapan dan tindakan guna merealisasikan uluhiyyah dan rububiyyah Allah di muka bumi, dan memberantas penyembahan dan penuhanan terhadap sesama mahluk-Nya.

Dengan demikian istilah Islam ini adalah pengikatan diri manusia kepada pencipta-Nya untuk berserah diri dengan mengikuti ajaran al-Qur’an dan Rasulullah saw. Dua ajaran ini menjadi mutlak untuk menuju kepada kedamaian dalam hidup di dunia dan akherat sebagaimana yang diartikan Islam adalah sebuah agama yang memberikan kedamaian kepada umatnya.

 

B.       Islam Sebagai Agama

Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.. Allah swt. telah menutup semua ajaran-Nya dengan agama Islam. Allah swt. telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama Islam ini pula Allah swt. menyempurnakan nikmat atas mereka. Agama yang diridhai oleh Allah swt. hanyalah agama Islam. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun yang diterima selain Islam. Allah swt. berfirman, yang artinya;

“Muhammad itu bukanlah seorang ayah dari salah seorang lelaki di antara kalian, akan tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para Nabi.” (QS. Al Ahzab: 40)

Islam inti ajarannya adalah mengatur tata kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Inti ajaran Islam meliputi Akidah, Syariat dan Akhlak menjadi tata aturan untuk para pengikutnya. Oleh karenanya ajaran Islam mengatur agar ia bisa hidup damai di dunia dan sesudahnya. Ajaran Islam sangat kompleks di dalamnya. Tidak ada agama yang mengajarkan sekompleks agama Islam, mulai dari ajaran yang kecil sampai ajaran yang sifatnya besar.

Ajaran Islam menyakini bahwa Allah swt. sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.

Seorang Muslim atau pemeluk agama Islam diperintahkan untuk secara total menyerahkan seluruh jiwa dan raganya beserta seluruh harta yang dimiliki hanya kepada Allah swt. sebagaimana Firman Allah swt, yang artinya;

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”  (QS. Al-Baqarah: 208).

Oleh karena itu, ajaran Islam menghendaki setiap orang yang masuk Islam secara keseluruhan berarti menyerahkan diri secara total kepada Allah swt. Bentuk penyerahan  diri ini adalah dengan melaksanakan segala yang diperintahkan dan dalam menjauhi segala yang dilarang-Nya.

Menurut Muhammad (2008, hlm. 4.) mendefinisikan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah swt. kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya, berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan segitiga antara manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta

Islam adalah sebuah agama yang memberikan kedamaian dan kepatuhan terhadap para pengikutnya.  Di tengah-tengah perkembangan globalisasi dunia, Islam berperan sebagai penunjuk jalan yang lurus di tengah sebuah persimpangan tantangan kehidupan. Kiprah Islam di era globalisasi sangat diperlukan. Toleransi ajaran Islam memiliki fleksibelitas dalam menanggapi suatu zaman global. Sikap fundamentalisme adalah penegakkan aktifitas agama secara mendasar. Islam tidak tinggal diam dalam menyikapi setiap perkembangan zaman. Islam yang toleran mendatangkan kebaikan dan kedamaian untuk semua.

Islam sebagai agama merupakan sebuah keteraturan hidup yang mengajak penganutnya menyebarkan misi perdamaian, penyerahan diri kepada Tuhan, agar hidup teratur, saling menghargai dan menciptakan kerukunan kepada manusia, serta adanya keseimbangan dalam menjalankan hidup.

Agama Islam telah merangkum semua bentuk ajaran yang telah diajarkan oleh agama-agama sebelumnya. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhamamd saw. dipandang sebagai agama yang lebih istimewa dibandingkan agama-agama terdahulu karena Islam adalah ajaran yang bisa diterapkan di sepanjang masa, di setiap tempat dan di setiap kelompok masyarakat. Allah swt. berfirman;  

“Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab dengan benar sebagai pembenar kitab-kitab yang terdahulu serta batu ujian atasnya.” (QS. Al Maa’idah: 48)

Pernyataan ayat di atas, menyatakan bahwa Islam bisa diterapkan di setiap masa, tempat dan masyarakat. Ajaran Islam mengharuskan setiap umatnya untuk berpegang teguh terhadap ajarannya. Ajaran Islam tidak akan pernah bertentangan dengan kebaikan umat di masa kapan pun dan di tempat manapun. Bahkan dengan Islamlah keadaan umat itu akan menjadi baik. Syari’at Islam cocok bagi setiap masa, tempat dan masyarakat adalah Islam tunduk kepada kemauan setiap masa, tempat dan masyarakat, sebagaimana yang diinginkan oleh sebagian orang.

Muhammad (2004, hlm. 131) menyebutkan bahwa Islam bertujuan merealisasikan syari’at Allah swt. di muka bumi, dan untuk terealisasikannya syari’at tersebut dibutuhkan suatu negara. Makanya negara yang memiliki uamt Islam akan bisa merealisikan ajaran agama Islam tersebut.

Agama Islam menjadi sumber syari’at untuk dijalankan oleh setiap pemeluknya. Masyarakat yang Islami adalah masyarakat yang menerapkan Islam dalam akidah, ibadah, syari’at dan akhlak dan setiap tingkah laku kehidupan sehari hari-harinya. Islam menghendaki setiap pemeluknya untuk selalu berpegang teguh terhadap ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan ajaran dari Rasulullah saw. Firman Allah swt.;

 “Dia lah Zat yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan di atas seluruh agama-agama yang ada, meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” (QS. Ash Shaff: 9)

Agama Islam adalah ajaran yang mencakup akidah/ketauhidan dan syariat/hukum. Islam adalah agama yang ajarannya sempurna, baik ditinjau dari sisi aqidah maupun syariat-syariat yang diajarkannya.

 

C.   Islam Sebagai Sistem Nilai

Islam sebagai dipandang sebagai suatu sistem hidup yang bersifat integratif dan komrehensif (menyeluruh). Ajaran Islam terintegrasi antara tata kehidupan di dunia dan  balasan-balasan di akhirat kelak. Kompleksifitas ajaran Islam yang menyatukan antara dunia dan akhirat mencerminkan satu sistem yang sempurna dalam ajaran Islam. Islam sebagai sebuah sistem yang mengatur konsep hidup manusia di dunia dan akhirat yang bersumberkan pada Al-qur’an dan Hadits.

Al-Banna (1997, hlm.116) menggambarkan bahwa Islam meliputi semua aspek kehidupan, di mana Islam mengatur negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, serta mengatur dalam bidang akidah yang murni dan ibadah yang benar.

Aturan-aturan yang diterapkan dalam ajaran Islam ini mengadung nilai yang memberikan manfaat terhadap kehidupan manusia. Nila-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam didasarkan kepada ajaran al-Qur’an dan al-Hadits. Kedua ajaran ini memberikan dasar kepada masyarakat untuk menjadikan keduanya sebagai landasan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Sistem nilai dijadikan sebagai kerangka acuan dalam berprilaku lahiriah dan rohaniah manusia muslim. Nilai dan moralitas yang diajarkan oleh agama Islam didasarkan dari wahyu Allah swt., yang mengandung nilai-nilai normativ tentang baik dan buruk, benar, salah, haq, batal, diridhai dan dibenci oleh Allah swt.

Pola-pola perilaku manusia beriman tidaklah menyimpang dari ajaran Islam itu sendiri. Tingkah laku manusia diatur dari suatu sistem nilai agama untuk memelihara pola perilaku di masyarakat yang sesuai dengan tuntutan nilai yang islami.

Tak dipungkiri di tengah arus globalisasi yang tak memiliki  batas, menjadi sebuah tantangan yang berat rasakan oleh umat Islam. Tata nilai yang mulai bergeser dari jalurnya mengakibatkan bergeser pula terhadap penerapan syari’ah. Tantangan globalisasi berdampak pula terhadap kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat utamanya masalah ekonomi, dihadapkan dengan tak terbatasnya kebutuhan manusia dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya.  

Ajaran Islam mengatur perihal bermualamah. Hubungan manusia dengan manusia dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya sudah diatur dalam syari’at Islam.    Al-Ghazali, (1990, hlm. 176) menyebutkan bahwa tujuan dari Syariah adalah meningkatkan kesejahteraan (welfare) seluruh manusia, melalui perlindungan agama (dien), diri manusia (nafs), akal (aql), keturunan (nasl) dan harta (maal).

Pandangan al-Ghazali terhadap menerapkan sistem syari’ah dalam masalah ekonomi ini bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia dengan inti dari idiologi Islam secara utuh. Oleh karenanya manusia tidak hanya bertugas menyelesaikan kebutuhan jasmaniyahnya semata, tetapi juga memberikan kebutuhan terhadap ruhaniyahnya secara islami. Di sini al-Ghazali merasa bahwa ilmu ekonomi tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai spiritual idiologi Islam.

Selain masalah ekonomi tadi, juga sistem nilai yang terkandung dalam ajaran Islam menyentuh seluruh aspek kehidupan mulai dari tatakrama, sopan santun dan lainnya. Sauri, S. (2011, hlm. 7) menyatakan “adapun tatakrama dan sopan santun merupakan akhlaq dan karakter yang lebih teknis-praktis, seperti; tatakrama bertamu, sopan santun di jalan raya, tatakrama pergaulan muda-mudi atau laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, dan lain-lain”.

Ini menunjukan bahwa tata nilai ajaran Islam dilalui dengan tahapan-tahapan pembiasaan yang baik, sehingga sesuai dengan yang diharapkan menjadi manusia yang berkepribadian sehat.

Tentang kepemilikian kepribadian sehat, Islam sangat menekankan terhadap umatnya. Umat yang sehat secara batiniyah akan melahirkan pribadi yang taat terhadap ajaran agama, bergaul dengan masyarakat secara baik, saling menghormati perbedaan dan tidak memaksakan pandangan beragama.

Mengenai hal ini Hurlock (1976, hlm. 423) memberikan penjelasan bahwa orang dengan kepribadian yang sehat adalah mereka yang dipandang mampu beradapatsi dengan baik. Mereka dipandang seperti itu karena kemampuannya untuk berfungsi secara efisien dalam dunia pergaulannya dengan masyarakat. Mereka memiliki sejenis pengalaman yang dapat disebut sebagai keserasian internal atau inner harmoni dalam konteks bahwa mereka ada dalam keadaan damai bersama orang lain serta dengan diri mereka sendiri.

Kepribadian sehat adalah sebuah hasil yang didapat dari sebuah nilai keberagamaan. Nilai kebergamaan tidak hanya didukung oleh sehat secara fisik dan keseimbangan mental semata. Unsur agama memiliki peran penting dalam pembentukan perilaku masyarakat yang islami, karena dalam agama tertera tata nilai yang dilandasi oleh wahyu. Wahyu sebagai sumber ajaran, menjadikan penganutnya akan meyakini sebagai sumber hukum yang harus ditaati. Untuk itu Zakiah Darajat (1970, hlm. 76) merumuskan bahwa kesehatan mental ialah “Terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna di dunia dan akherat”.

Tata nilai dalam ajaran Islam diidentikan dengan pola-pola perilaku umatnya yang sesuai dengan norma-norma dan nilai yang berlaku. Landasan nilai keagamaan menjadi sangat penting dalam membangun umat yang beriman dan bertaqwa. Ajaran Islam banyak mengajarkan bahwa peningkatan ketaqwaan kepada Allah swt. akan melahirkan pribadi yang tenang damai dan dekat dengan Allah swt.

Sukanto (1985, hlm. 105) menjelaskan beberap faktor yang mempengaruhi pribadi seseorang dalam menjalanan kehidupan beragama, antara lain:

a.      Qalb, adalah hati yang menurut istilah kata artinya sesuatu yang membolak-balikkan. Secara nafsiologis diartikan sebagai radar kehidupan. Dilihat dari sudut pandang teori Freud, bahwa id sama dengan karakter hati yang tidak dilengkai dengan keimanan, yaitu qalb yang menuruti segala keinginan, kepuasan, kesenangan yang tidak terarah. Hati yang menentukan kepribadian individu, hati yang sehat akan mempengaruhi kepada kepribadian yang sehat, begitu juga sebaliknya.

b.     Fuad, adalah perasaan terdalam dari hati yang sering disebut dengan nurani (cahaya mata hati). Fuad ini dipengaruhi oleh faktor hati. Kalau hati kufur, maka fuad pun ikut pula kufur. Kalau hati tenang dan sehat, maka fuad pun akan merasa tentram dan damai.

c.      Tingkah laku. Nafsiologi kepribadian berangkat dari kerangka acuan dan asumsi-asumsi subjektif tentang tingklah laku manusia, karena menyadari bahwa tidak seorang pun bisa bersikap objektif dalam mempelajari manusia. Artinya apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh manusia itu akan menentukan apa yang akan dikerjakan.

 Islam memandang bahwa pribadi yang taqwa adalah pribadi yang memiliki nurani dan akal yang berfungsi dengan baik dan seimbang, sehingga ia dapat mengendalikan nafsu dan segala yang dapat menjerumuskan terhadap kerusakan di dunia dan akherat. Pribadi yang taqwa akan melahirkan sifat dan perilaku yang mulia atau akhlak mulia.

Di tengah terpaan arus globalisasi, kencenderungan manusia akan kehilangan arah dan tujuan hidup. Aspek dunia selalu dijadikan sebagai dasar tuntutan hidup. Padahal ada yang paling penting dalam menentukan pribadi yang taqwa adalah bagaimana aspek-aspek kehidupan tidak jauh dari nilai-nilai agama.

Jalaludin (1997, hlm. 172) menjelaskan ‘tradisi keagamaan pada dasarnya merupakan pranata/nilai keagamaan yang sudah dianggap baku oleh masyarakat pendukungnya. Dengan demikian tradisi keagamaan sudah merupakan kerangka acuan nilai dalam kehidupan dan perilaku masyarakat’.

Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sumber utama hukum Islam. Dalam pola pembentuk kepribadian yang bertaqwa, Islam telah mengajarkan bagaimana keharusan manusia untuk bersikap dan bertingkahlaku.

Untuk mencapai ketenangan hati, manusia selalu berusaha untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Akan tetapi cara yang dilakukan berbeda-beda sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Mendekatkan diri kepada Tuhan adalah jalan untuk menuju kepada pembentukan ketaqwaan.

Mengenai kecenderungan manusia untuk berbuat dan bersikap di dalam diri manusia terdapat dorongan pokok yang melatarbelakanginya. Menurut Suryabrata (1982, hlm. 186) menjelaskan bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan pokok, antara lain: Pertama, dorongan kemasyarakatan mendorong manusia bertindak mengabdi kepada masyarakat. Kedua, dorongan keakuan, mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada aku sendiri.

Dari uraian ini dapat diartikan sebagai dasar ketaqwaan yaitu orang yang dalam rohani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman, dan tentram. Islam memandang bahwa pribadi yang taqwa dapat melahirkan  sifat dan prilaku yang mulia atau al-akhlaq al-karimah seperti sabar, pemaaf, lapang hati, dan selalu bertawakal kepada Allah. Sifat-sifat ini dicapai dalam rangka menciptakan pribadi manusia yang berbudi luhur yang didasari oleh nilai-nilai agama sebagai petunjuk arah terhadap orang-orang yang mengharapkan keridhoan-Nya.

 

D.      Universalitas Islam

Islam adalah agama universal untuk seluruh umat di  muka bumi ini. Islam membuka hubungan yang harmonis  agar umatnya hidup dalam suasana persaudaraan dan toleransi tanpa memandang perbedaan ras, suku, bangsa dan agama. Islam memandang bahwa manusia pada awalnya berasal dari asal yang sama. Firman Allah swt;

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang sama” (QS an-Nisa; 1)

Islam mengharuskan para pengikutnya untuk bersikap tolerasi dengan pengikut agama lain. Arti toleransi itu membiarkan umat lain melaksanakan ritual kegamaannya tanpa harus ikut serta di dalamnya. Manusia dalam pandangan Islam menjadikan pribadinya sebagai khalifah yang mempunyai tanggung jawab membangun bumi ini. Islam adalah agama yang memberi keberkahan kepada pemeluknya dan non muslim sekalipun.

Sejak lahir ratusan tahun yang lalu, al-Qur’an telah menegaskan bahwa Islam adalah ajaran universal. Ajaran Islam melampaui batas-batas suku, etnis, bangsa, dan bahasa. Qardhawi dalam Lukman (200, hlm. 76) menegaskan bahwa risalah Islam meliputi seluruh dimensi waktu, tempat dan kemanusiaan, yang secara realitas mencakup tiga karakteristik yaitu; keabadian, internasionalitas dan aktualisasi. Keuniversalitasan ajaran Islam itu dilengakapi dengan ajaran yang konfrehensif dan lengkap, yang meliputi ajaran agama, Negara Hukum, Ideologi, Prinsip, Aplikasi, Teori dan Praktek serta selalu relevan untuk semua tempat dan zaman.

Universalitas ajaran Islam menyentuh sendi-sendi kehidupan manusia. Selain masalah Akidah, Akhlak dan Ibadah, Islam pun menyentuh masalah politik dan ekonomi. Islam memiliki konsep bermuamalah yang teratur dan sistematis. Firman Allah swt dalam dalam Al-Qur’an;

“Dan Kami (Allah) tidaklah mengutusmu (Muhammad), kecuali kepada manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. As-saba; 28).

Islam sebagai ajaran yang haq dan sempurna hadir di bumi diperuntukkan untuk mengatur pola hidup manusia agar sesuai fitrah kemanusiaannya, yakni sebagai khalifah di muka bumi dengan kewajiban mangabdikan diri semata-mata ke hadirat-Nya. Ajaran Islam tidak hanya sekedar bebricara masalah ritual semata, tetapi merupakan suatu tata nilai yang mempunyai komunitas dengan kesadaran kolektif yang memuat pemahaman/kesadaran, struktur dan pola aksi bersama demi tujuan-tujuan politik.

Islam sebagai ajaran universal sangatlah menjunjung tinggi nilai kemasyarakatan, di mana Islam memiliki ajaran yang cocok untuk seluruh kalangan masyarakat dimanapun ia tinggal (tempat) dan sampai kapanpun (zaman).

       Islam tidak hanya diperuntukkan masyarakat Mekkah semata, tetapi ia diturunkan ke dunia untuk seluruh umat manusia di dunia ini. Nabi Muhammad saw. menyampaikan agama yang dibawanya tidak hanya kepada kaum Quraisy. Namun, juga kepada suku-suku Arab lainnya dan seluruh wilayah zazirah Arab lainnya. Sabagai agama universal, Islam mengandung ajaran-ajaran dasar yang berlaku untuk semua tempat dan zaman. Ajaran-ajaran dasar yang bersifat universal.

Di Indonesia, toleransi bermazhab kurang dijumpai hingga sering terjadi pertentangan antara masing-masing penganut mazhab. Sementara di Mesir pertentangan mazhab-mazhab tersebut tidaklah kelihatan. Umat Islam di Indonesia menekankah ibadah sehingga keislaman seseorang dinilai dari pelaksanaan ibadahnya. Sementara di Mesir yang ditekankan adalah iman, sehingga keislaman seeorang diukur dari keimanan melalui ucapan syahadat.

Nasution, (1996, hlm. 32) menjelaskan bahwa pengertian Islam adalah agama yang sesuai dengan semua tempat dan segala zaman diartikan bahwa ajaran dasar Islam bersifat universal, tetapi penafsiran dan cara pelaksanaannya bercorak lokal.

Perbedaan pandangan dalam persoalan keagamaan seyogianya dilakukan secara arif dan bijaksana. Kunci dialog untuk mencari jalan titik tengah dianggap lebih bijak dibandingkan dengan harus mempermasalahkan perbedaan-perbedaan yang ada. Tuntutan yang dicari adalah bagaimana membumikan ajaran Islam secara menyeluruh. Di samping itu juga, universalitas ajaran Islam terdapat dalam berbagai sejarah perkembangan Islam. Kisah Nabi Muhammad saw. telah mengirimkan surat dakwahnya kepada penguasa-penguasa dunia; Kaisar Romawi, raja-raja di Mesir, dan para pemimpin suku-suku Arab. Beliau juga mengutus utusan khusus kepada setiap penguasa itu untuk mengajak mereka kepada Islam. Tindakan Rasulullah saw. dengan cara dakwah seperti ini merupakan bukti bahwa Islam adalah agama universal. Keterpaduan antara iman dan  kebenaran Islam dan keharusan beramal sesuai dengan syariatnya, dengan tidak ada pengecualian bagi siapa pun untuk konsisten pada agama Allah swt. ini.

 

 

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Al Banna, Hasan, (1997) Risalah Pergerakan, Intermedia: -----

 

Al Ghazali, (1990) Ihya Ulumuddin: Jilid 2, Asy Syifa: Jakarta

 

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI.

 

Darajat, Z. (1970). Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Gunung Agung: Jakarta

 

Hurlock, B. E (1976) Personality Development.: Tata Mc Graw Hill: New Delhi

 

Jalaludin. (1997). Psikologi Agama. Rajagrafindo: Jakarta

 

Lukman, A., (2000) Perjalanan Islam dari Masa ke Masa, Insan Cemerlang: Madiun.

 

Muhammad, S., (2004) Khazanah Islam di Dunia, Pena Illahi: Malang.

 

Munir, (1997) Islam dan Perkembangannya, Pustaka Ilmu: Surabaya

Anshari, E., S , (1978) Kuliah Al-Islam, Pustaka: Bandung

 

Nasution, H., (1996) Islam Rasional, Mizan: Bandung

 

Razak, N., (1989) Dienul Islam, Al-Ma’arif: Bandung

 

Sauri, S.. (2011). Filsafat dan Teosofat Akhlak; Kajian Filosofis dan Teosifis. Rizki Press: Bandung

 

Sukanto MN. (1985). Nafsiologi Suatu Pendekatan Alternatif Atas Psikologi, Intigrita Press:  Jakarta

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jujur

  J u j u r   Wajib bagi kamu yang berlaku benar, karena sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke ...