Puasa Sarana Pengendalian Hawa
nafsu
KH
Dr. Fadlil Yani Ainusyamsi, M.Ag.
(Pengasuh
Pesantren Darussalam Ciamis)
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan kepada umat-umat sebelum kamu, agar kamu dapat bertaqwa" (QS.
al-Baqarah; 183).
Puasa seperti yang tertulis dalam
ayat di atas, adalah puasa wajib yang perintahkan Allah swt. bagi umat Islam yang
dilaksanakan setiap bulan Ramadhan. Kewajiban puasa, dikhususkan bagi umat
Islam yang mampu menjalaninya. Bagi anak-anak kecil yang belum baligh, orang
yang dalam perjalanan, orang yang sedang sakit, tidaklah diharuskan untuk
melaksanakannya, bahkan bagi wanita yang haid dilarang untuk mengerjakan puasa,
tetapi harus diganti (qadha) pada bulan berikutnya (sesudah bulan
Ramadhan).
Disaat menjalankan ibadah puasa
di bulan Ramadhan, tentunya tidak hanya menahan lapar dan dahaga serta beberapa
hal yang membatalkan puasa, tetapi ada beberapa amalan yang memiliki arti
penting untuk dikerjakan. Amalan-amalan yang
memiliki nilai (value) positif bagi orang yang mengerjakan puasa antara
lain; membaca
al-Qur'an (tadarus), qiyam Ramadhan(shalat tarawih), menyantuni
fakir miskin dan beberapa amalan yang sangat bermanfaat lainnya. Bahkan bagi
orang yang sedang berpuasa tidur di siang hari sekalipun itu akan menjadi
ibadah.
Di dalam mengerjakan ibadah
puasa, dituntut untuk selalu kontrol diri (self
control) dari
perbuatan yang dapat mengurangi keutamaan dan nilai
puasa. Bergunjing,
marah-marah, berkata kotor, menghina, serta perilaku yang dapat mendatangkan
madharat harus sejauh mungkin dihindari. Artinya seorang yang sedang
melaksanakan puasa wajib untuk selalu menahan diri (self
filter) dari
nafsu yang berakibat merugikan terhadap diri sendiri.
Allah swt. telah jelas menyatakan
dalam firman-Nya;
“Sesungguhnya setan itu adalah
musuh bagimu, maka anggaplah ia sebagai musuhmu. Karena sesungguhnya, setan itu
hanya mengajak golongannya, supaya mereka juga menjadi penghuni neraka yang
apinya menyala-nyala” (Q.S.
Fathir; 6)
Berkenaan
dengan kewajiban memerangi hawa nafsu, Rasulullah
saw. pernah berkata kepada sababatnya "Kita sekarang telah selesai
menjalankan perang kecil dan di hadapan kita ada musuh besar yang datangnya
secara tiba-tiba, mari kita siap untuk berperang yang lebih besar". Sahabatpun
bertanya; "Ya Rasulullah, musuh apa yang besar itu dan datangnya
secara tiba-tiba?". Beliau menjawab; "Musuh yang besar itu adalah
hawa nafsu".
Hawa
nafsu yang disebut sebagai musuh yang sangat besar, bagi orang yang beriman tentu
diperlukan senjata yang sangat kuat dalam memeranginya. Alat yang diperlukan
tentunya bukanlah senjata yang digunakan dalam pertempuran biasa, atau tombak
dan pedang, tetapi senjata yang muktahir itu adalah keimanan kuat yang tertanam
dalam hati. Itulah senjata otomatis yang harus dimiliki oleh umat muslim.
Karena dengan senjata itulah segala ancaman yang dapat meluluhlantahkan keimanan
seseorang dapat diperanginya.
Dalam
pengendalian hawa nafsu, tentunya harus dibarengi dengan niat yang kuat untuk
tidak mengikutinya. Karena, hawa nafsu yang dibiarkan begitu saja tanpa ada
niat untuk memeranginya, niscaya sulit sekali untuk melepaskannya. Imam Muhammad bin Sa'id
al-Bushairi; dalam karya besarnya "Qasidah al-Burdah"
mengatakan;
"Nafsu itu ibarat bayi, bila
anda membiarkan bayi itu begitu saja, niscaya sampai
dewasa ia tetap menetek pada ibunya. Tetapi
bila anda menyapinya,
niscaya bayi itu berhenti pula dari menetek kepada ibunya"
Perjuangan dalam memerangi hawa nafsu, bukanlah
perjuangan yang harus mengumpulkan pasukan sebanyak mungkin, tetapi perjuangan
yang dilaksanakan hanya dengan berpedang teguh terhadap nilai-nilai Illahy.
Hanya dengan berpegang teguh terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya, itu adalah bentuk
kendali, strategi dan teknik dalam upaya pengendalian hawa nafsunya. Dengan
demikian, prasyarat utama yang harus dipenuhi oleh manusia untuk mencari dan
menemukan kemenangan dalam hidupnya, adalah dengan mengekang hawa nafsunya,
menentang hawa nafsu orang lain dan memerangi pengikut-pengikut syetan, serta
tetap berpenag tegung pada ajaran al-Qur'an dan Sunnah. Bila manusia telah
mampu memenuhi prasyarat ini, adalah sebuah perjuangan atau jihad dalam arti
yang sesungguhnya.
Memerangi
hawa nafsu, tentunya sebuah pekerjaan yang dianggap mudah apabila selalu
berpegang teguh terhadap tali (agama) Allah, juga bisa dianggap berat
apabila kita tidak mau melepaskan diri dari cengkraman nafsu itu sendiri. Semoga
di bulan Ramadhan ini, kita semua senantiasa mampu menjalankan ibadah puasa
dengan khusu, sabar, dan selalu menjaga diri dari segala perbuatan yang dapat
mengurangi nilai puasa kita. Pada akhirnya kita dapat disejajarkan dengan
orang-orang terdahulu; orang-orang yang mendapat kemenangan dari Allah swt. Insya
Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar