Selasa, 08 Maret 2022

 

Puasa Sarana Pengendalian Hawa nafsu  

KH Dr. Fadlil Yani Ainusyamsi, M.Ag.

(Pengasuh Pesantren Darussalam Ciamis)


"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat sebelum kamu, agar kamu dapat bertaqwa" (QS. al-Baqarah; 183).

Puasa seperti yang tertulis dalam ayat di atas, adalah puasa wajib yang perintahkan Allah swt. bagi umat Islam yang dilaksanakan setiap bulan Ramadhan. Kewajiban puasa, dikhususkan bagi umat Islam yang mampu menjalaninya. Bagi anak-anak kecil yang belum baligh, orang yang dalam perjalanan, orang yang sedang sakit, tidaklah diharuskan untuk melaksanakannya, bahkan bagi wanita yang haid dilarang untuk mengerjakan puasa, tetapi harus diganti (qadha) pada bulan berikutnya (sesudah bulan Ramadhan).

Disaat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, tentunya tidak hanya menahan lapar dan dahaga serta beberapa hal yang membatalkan puasa, tetapi ada beberapa amalan yang memiliki arti penting untuk dikerjakan. Amalan-amalan yang memiliki nilai (value) positif bagi orang yang mengerjakan puasa antara lain; membaca al-Qur'an (tadarus), qiyam Ramadhan(shalat tarawih), menyantuni fakir miskin dan beberapa amalan yang sangat bermanfaat lainnya. Bahkan bagi orang yang sedang berpuasa tidur di siang hari sekalipun itu akan menjadi ibadah.

Di dalam mengerjakan ibadah puasa, dituntut untuk selalu kontrol diri (self control) dari perbuatan yang dapat mengurangi keutamaan dan nilai puasa. Bergunjing, marah-marah, berkata kotor, menghina, serta perilaku yang dapat mendatangkan madharat harus sejauh mungkin dihindari. Artinya seorang yang sedang melaksanakan puasa wajib untuk selalu menahan diri (self filter) dari nafsu yang berakibat merugikan terhadap diri sendiri.

Allah swt. telah jelas menyatakan dalam firman-Nya;

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia sebagai musuhmu. Karena sesungguhnya, setan itu hanya mengajak golongannya, supaya mereka juga menjadi penghuni neraka yang apinya menyala-nyala” (Q.S. Fathir; 6)

Berkenaan dengan kewajiban memerangi hawa nafsu, Rasulullah saw. pernah berkata kepada sababatnya "Kita sekarang telah selesai menjalankan perang kecil dan di hadapan kita ada musuh besar yang datangnya secara tiba-tiba, mari kita siap untuk berperang yang lebih besar". Sahabatpun bertanya; "Ya Rasulullah, musuh apa yang besar itu dan datangnya secara tiba-tiba?". Beliau menjawab; "Musuh yang besar itu adalah hawa nafsu".

Hawa nafsu yang disebut sebagai musuh yang sangat besar, bagi orang yang beriman tentu diperlukan senjata yang sangat kuat dalam memeranginya. Alat yang diperlukan tentunya bukanlah senjata yang digunakan dalam pertempuran biasa, atau tombak dan pedang, tetapi senjata yang muktahir itu adalah keimanan kuat yang tertanam dalam hati. Itulah senjata otomatis yang harus dimiliki oleh umat muslim. Karena dengan senjata itulah segala ancaman yang dapat meluluhlantahkan keimanan seseorang dapat diperanginya.

Dalam pengendalian hawa nafsu, tentunya harus dibarengi dengan niat yang kuat untuk tidak mengikutinya. Karena, hawa nafsu yang dibiarkan begitu saja tanpa ada niat untuk memeranginya, niscaya sulit sekali untuk melepaskannya. Imam Muhammad bin Sa'id al-Bushairi; dalam karya besarnya "Qasidah al-Burdah" mengatakan;

"Nafsu itu ibarat bayi, bila anda membiarkan bayi itu begitu saja, niscaya sampai  dewasa ia tetap menetek pada ibunya. Tetapi bila anda menyapinya, niscaya bayi itu berhenti pula dari menetek kepada ibunya"

Perjuangan dalam memerangi hawa nafsu, bukanlah perjuangan yang harus mengumpulkan pasukan sebanyak mungkin, tetapi perjuangan yang dilaksanakan hanya dengan berpedang teguh terhadap nilai-nilai Illahy. Hanya dengan berpegang teguh terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya, itu adalah bentuk kendali, strategi dan teknik dalam upaya pengendalian hawa nafsunya. Dengan demikian, prasyarat utama yang harus dipenuhi oleh manusia untuk mencari dan menemukan kemenangan dalam hidupnya, adalah dengan mengekang hawa nafsunya, menentang hawa nafsu orang lain dan memerangi pengikut-pengikut syetan, serta tetap berpenag tegung pada ajaran al-Qur'an dan Sunnah. Bila manusia telah mampu memenuhi prasyarat ini, adalah sebuah perjuangan atau jihad dalam arti yang sesungguhnya.

Memerangi hawa nafsu, tentunya sebuah pekerjaan yang dianggap mudah apabila selalu berpegang teguh terhadap tali (agama) Allah, juga bisa dianggap berat apabila kita tidak mau melepaskan diri dari cengkraman nafsu itu sendiri. Semoga di bulan Ramadhan ini, kita semua senantiasa mampu menjalankan ibadah puasa dengan khusu, sabar, dan selalu menjaga diri dari segala perbuatan yang dapat mengurangi nilai puasa kita. Pada akhirnya kita dapat disejajarkan dengan orang-orang terdahulu; orang-orang yang mendapat kemenangan dari Allah swt. Insya Allah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jujur

  J u j u r   Wajib bagi kamu yang berlaku benar, karena sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke ...